Sebelah kanan (Dekan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul) Dr. Wasis

Esaunggul.ac.id, Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) saat ini diterapkan oleh sejumlah daerah yang menjadi episentrum wabah corona. Seperti yang dilakukan oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang menerapkan PSBB sejak 10 April 2020 lalu. Tentunya pro dan kontra terkait pemberlakuan PSBB disuarakan oleh banyak kalangan, hal ini lebih dikarenakan kefektifan dan pengoperasian PSBB yang masih berbenturan oleh sejumlah peratura perundang-undangan.

Dekan Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul, Dr. Wasis Susetio,SH,MH menerangkan dalam Pasal 1 angka 11 , Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) adalah pembatasan kegiatan tertentu penduduk dalam suatu wilayah yang diduga terinfeksi penyakit dan atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

“PSBB lebih difokuskan untuk mengurangi kontak orang, membatasi mobilitas orang agar tidak terjadi penularan. Pembatasan kegiatan memiliki dampak produktifitas yang masih bisa dilaksanakan dengan skala minimal hingga moderat,PSBB secara operasional paling sedikit meliputi peliburan sekolah dan tempat kerja; pembatasan kegiatan keagamaan; dan pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum,” ujarnya.

Sementara itu, dalam pasal berbeda yakni Pasal 1 angka 10 UU Nomor 6 , Karantina Wilayah adalah pembatasan penduduk dalam suatu wilayah termasuk wilayah pintu masuk beserta isinya yang diduga terinfeksi penyakit dan/atau terkontaminasi sedemikian rupa untuk mencegah kemungkinan penyebaran penyakit atau kontaminasi.

Wasis pun melanjutkan, menurut ketentuan pasal 21 ayat 1 Pergub DKI Nomor 33 tahun 2020 berbunyi “Pemerintah Provinsi DKI Jakarta dapat memberikan bantuan sosial kepada penduduk rentan yang terdampak dalam memenuhi kebutuhan pokoknya selama pelaksanaan PSBB”, dan ayat 2 nya berbunyi “Bantuan sosial sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan dalam bentuk bahan pokok dan/ atau bantuan langsung lainnya yang mekanisme penyalurannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.”

Menjadi perdebatan adalah, ini kewajiban atau kebolehan? Adanya kata “dapat” dalam Pasal 21 ayat 1, maka ini sifatnya fakultatif, dan tidak wajib dilakukan. Sebagaimana pasal 2 , bantuan sosial hanya dibagikan kepada penduduk rentan yang terdampak. “aka addresat norma tersebut hanya ditujukan pada sekelompok orang saja untuk diberikan bantuan social, apakah ini berati bertentangan dengan UU Karantina Kesehatan,” ucapnya.

Dirinya pun menambahkan Keputusan Gubernur tentang Bantuan Sosial dalam hal penerima bantuan sosial PSBB di Jakarta hingga saat ini belum keluar, tentu hal ini harus dibuat dengan asas keterbukaan, transparan dan penuh kehati-hatian (prudent) , sebab jangan sampai salah sasaran. Meskipun demikian, sejalan dengan norma dalam UU Karantina Kesehatan, setiap penduduk mendapatkan hak yang sama. Oleh karena itu, materi muatan PerGub membuat penjelasan lebih jelas.

“Pada pasal 22 Pergub, merupakan upaya Pemerintah DKI Jakarta untuk memberikan kepada seluruh lapisan masyarakat, namun ketiadaan kriteria secara jelas dalam materi muatan Pergub Nomor 33 tahun 2020, dapat menimbulkan persoalan hokum di kemudian hari,” kata dia.