Kamis, 17 Februari 2011

Fakultas Hukum, Universitas Esa Unggul bekerjasama dengan Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) pada Kamis, 20 Januari 2011 menyelenggarakan Seminar “Meningkatkan Profesionalisme dan Etika Sebagai Penegak Hukum” oleh Dr. Dharmono, SH, MH – Wakil Jaksa Agung RI, Dr. Taufiqurrahman Sahuri, SH, MH – Pimpinan Komisi Yudisial. Dr. Dr. Otto Hasibuan, SH, MH – Ketua Umum PERADI seharusnya dijadwalkan sebagai pembicara, namun berhalangan hadir dan digantikan oleh Dr. Fauzi Hasibuan, SH, MH – Ketua Komisi Pendidikan PERADI.

Fakultas Hukum melaksanakan beberapa kegiatan yang sekaligus bersamaan dalam acara Seminar ini yaitu :

Penandatanganan Prasasti Ruang Kuliah “Dr. Dharmono, SH, MH” dan “Dr. Taufiqurrahman Sahuri, SH, MH”

 

FH UEU bekerjasama dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Barat ditandani dengan penandatanganan MoU antara Dekan Fakultas Hukum UEU – Wasis Susetio, SH, MA, MH dengan Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Barat – Fri Hartono, SH, MH. Ruang lingkup kerjasamanya yaitu Pendidikan dan Penelitian di bidang kejaksaaan termasuk pemberian materi tentang kejaksaan dan Pembinaan peradilan semu (Mootcourt) FH UEU dan proses praktek peradilan oleh Kejaksaan Negeri Jakarta Barat.

Peresmian Ruang Moot Court (Peradilan Semu), Fakultas Hukum Universitas Esa Unggul yang ditandai oleh pemotongan rangkaian pita bunga yang dilakukan oleh Wakil Jaksa Agung RI – Dr. Dharmono, SH, MH.

Press Conference

Begitu banyaknya masalah dibidang hukum menjadi perhatian kita semua, tidak hanya praktisi hukum yang membahasnya, namun juga sudah melebar ke kajian ilmiah seperti  pada saat berlangsungnya seminar tentang hukum yang diadakan Universitas Esa unggul. Pada intinya pembicara lebih banyak menyorot kasus-kasus hukum saat ini yang menjadi pembicaraan hangat di masyarakat, baik di media massa, koran, televisi dan obrolan warung kopi yang jadi topik menarik, tentu saja masalah Gayus Tambunan yang bisa bebas keluar masuk tahanan dengan menyuap penegak hukum kita.

Pada saat pembukaan seminar “ Meningkatkan Profesionalisme dan Etika Sebagai Penegak Hukum, Rektor Uiversitas Esa  Unggul, Dr. Ir. Arief Kusuma,AP, MBA menekankan bahwa para mahasiswa dapat memanfaatkan ruang Hukum  Peradilan Semu yang ada di kampus UEU yang diresmikan oleh Wakil Jaksa Agung , Dr. Dharmono, SH, MH.  Tempat ini diharapkan akan terjadi dialog yang bermutu dari para mahasiswa dapat melahirkan pemikiran – pemikiran yang berguna di bidang hukum.

Seminar didahului oleh Dr. Taufiqurrahman Syahuri, SH, MH, Komisi Yudisial beliau mengatakan jabatan hukum merupakan jabatan yang mulia, namun disisi lain sebagai jabatan yang berat dan penuh resiko, karena banyaknya godaan-godaan duniawi. Lebih lanjut  ia mengatakan Komisi Yudisial bagi bangsa Inonesia merupakan terobosan yang melahirkan pergeseran pengertian terhadap norma etika . Menurutnya norma etika tidak perlu berhubungan dengan norma hukum misalnya seorang hakim melakukan perbuatan tercela yang jika dilihat dari sisi hukum. Bukan sampai kepada klarifikasi pidana akan tetapi dapat diancam sanksi – sanksi berupa teguran tertulis, pemberhentian sementara dan pemberhentian.

Rektor mengharapkan agar mahasiswa hukum dapat melahirkan lulusan / sarjana hukum yang bermutu dan memiliki karakter dan juga dalam kehidupan sehari – hari “ kata Rektor UEU.  Sedangkan pembicara ke-2, Dr. Dharmono, SH, MH, Wakil jaksa Agung RI  yang juga anggota Satgas Mafia Hukum. Dia mengemukakan bahwa era reformasi adalah era demokrasi dan transparan. Salah satu agenda yang harus dilaksanakan adalah menegakkan supremasi hukum dalam kehidupan bermasyarakat. Supremasi hukum berarti menempatkan hukum sebagai patokan tertinggi berperilaku dalam kehidupan bermasyarakat.  Dikaitkan dengan pemberitaan dan penilaian masyarakat bahwa aparat hukum belum profesional, terutama dalam upaya memberantas korupsi, kolusi dan nepotisme yang semakin marak akhir-akhir ini, maka SDM penegak hukum perlu diperhatikan.

Sedangkan pembicara ke 3, Dr. H. Fauzie Y. Hasibuan, SH, MH (Advokat),  mengupas masalah profesi menurutnya pelaksanaan kekuasaan pemerintah yang baku teruji, pemecahan masalahnya tidak  melakukan intervensi kekuasaan ke dalam upaya penegak hukum. Untuk itu, menurut pembicara dalam upaya meningkatkan kembali kepercayaan publik adalah melalui upaya keseriusan menuntaskan kasus hukum yang mendapat perhatian luas seperti kasus Miranda Gultom, Bank Century, dan penggelapan pajak oleh Gayus Tambunan.

Hukum bukan merupakan suatu karya seni yang keberadaannya hanya untuk dinikmati oleh orang-orang yang mengamatinya. Hukum juga bukan suatu hasil kebudayaan yang keberadaannya hanya untuk menjadi bahan pengkajian secara logis-rasional. Hukum diciptakan untuk dijalankan. Hukum yang tidak pernah dijalankan, pada hakekatnya telah berhenti menjadi hukum. Hukum bukanlah suatu hasil karya pabrik yang begitu keluar langsung dapat bekerja.

Dengan perkataan lain, bahwa hukum hanya akan dapat berjalan melalui manusia. Manusialah yang menciptakan hukum, tetapi juga untuk pelaksanaan hukum itu perlu campur tangan manusia. Intinya bahwa di dalam upaya pelaksanaan hukum, di dalam upaya penegakkan hukum atau di dalam upaya mencapai supremacy of law, diperlukan adanya manusia-manusia handal dan profesional di bidang hukum, salah satunya adalah Advokat, selain Hakim, Jaksa, dan Polisi.

Di dalam Diktum menimbang UU No.18 Tahun 2003 tentang Advokat dikatakan bahwa kekuasaan kehakiman yang bebas dari segala campur tangan dan pengaruh dari luar, memerlukan profesi Advokat yang bebas, mandiri, dan bertanggung jawab, untuk terselenggaranya suatu peradilan yang jujur, adil, dan memiliki kepastian hukum bagi semua pencari keadilan dalam menegakkan hukum, kebenaran, keadilan, dan hak asasi manusia.

Bila pada masa lampau seorang sarjana hukum apabila telah lulus mengikuti tes yang diadakan Pengadilan Tinggi setempat dia mendapatkan SKPT (Surat Keterangan Pengadilan Tinggi) dan berhak menjadi pengacara untuk memberikan jasa hukum baik di dalam maupun di luar pengadilan, akan tetapi kini aturan telah dirubah ke arah yang lebih baik agar mutu profesionalismenya lebih handal lagi, yaitu bahwa untuk dapat menjadi advokat dan memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan, maka seorang sarjana hukum harus mengikuti Pendidikan Khusus Profesi Advokat terlebih dahulu, sesuai dengan yang diamanatkan oleh UU No.18 tahun 2003 tentang Advokat, pasal 2 ayat 1 yang berbunyi, “Yang dapat diangkat sebagai Advokat adalah sarjana yang berlatar belakang pendidikan tinggi hukum dan setelah mengikuti pendidikan khusus profesi Advokat yang dilaksanakan oleh Organisasi Advokat.”

Advokat hingga saat ini masih merupakan profesi mulia yang banyak diminati oleh mahasiswa FH UEU. Terbukti banyaknya mahasiswa FH UEU yang memilih prodi praktisi. Banyaknya alumni FH UEU yang menjadi advokat. Oleh karenanya FH UEU berusaha meningkatkan  mutu lulusannya agar bisa bersaing di persaingan global dan tidak hanya menjadi sarjana kertas. Salah satu programnya pertama adalah Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA). Kedua adalah dengan mengasah dan mengembangkan kemampuan lulusan FH Esa Unggul beracara di pengadilan, oleh karenanya FH UEU.

Click here:

Informasi Pendidikan Khusus Profesi Advokat (PKPA)